Pernah suatu saat saya berkunjung
pada rumah salah satu adik didik saya. Tujuan utamanya untuk mengajar. Namun,
siapa sangka adik didik saya ternyata sedang tidak siap untuk belajar. Maka,
jadilah saya berbincang-bincang dengan wali murid tersebut. Obrolan-obrolan
ringan saja. Mulai dari profil adik didik saya, profil saya sendiri, hingga ke
karakter pengajar yang baik. Di tengah perbincangan, sang Ibu berkata bahwa
beliau lebih menyukai pengajar Mas XXXX, sebabnya adalah dia tidak hanya pintar
dan jelas dalam menerangkan tapi juga berbudi luhur. Dari Mas XXXX pun si Ibu
melihat adanya sebuah keprihatinan dalam memperjuangkan hidup. Mas XXXX memang
patut untuk dicontoh. Dan bahkan Kakak dari adik didik saya pun turut memujinya
dan meniti adiknya agar meniru Mas XXXX.
Sepintas saya mencoba
merefleksikan pada diri saya sendiri. Haloooooo.. Jauhnyaaaaaaa perbedaan
antara saya dengan Mas XXXX. Pintar? Entahlah saya sendiri hingga detik ini
masih belajar. Jelas dalam menerangkan? Itu juga saya belum bisa menilai diri
saya seperti apa, yang pasti saya tidak pernah mengenyam pendidikan khusus untuk
menjadi pengajar. Prihatin? Huft, saya pernah mengajar mengendarai mobil.
Jadi, dari sini saya sangat bersyukur sudah mengunjungi adik didik saya yang sedang
tidak enak badan. Karena seharusnya saya yang mengajar dan memberikan ilmu.
Tapi justru sebaliknya saya mendapatkan masukan yang sangat membangun, yakni
mengenai kriteria pengajar yang patut dicontoh menurut keluarga adik didik
saya.
Sepulangnya dari rumah adik didik
saya, saya masih merenungkan perbincangan yang telah terjadi. Lalu saya
teringat kitab Prophetic Parenting karangan Dr. Muhammad Nur Abdul Hafizh
Suwaid yang telah saya beli 2 tahun yang lalu namun hingga kini belum
tersentuh. Kemudian dengan bacaan Basmallah saya kaji kitab ini secara
perlahan. Benar rupanya, Ada salah satu karakteristik Rasul, tentang ketauladanan
dalam mendidik anak agar mampu mempengaruhi akal anak. Hemm.. Sepertinya saya
terlambat dalam mentadabburi kitab ini. Hyakakaka..
Baiklah dari sini saya
mengikhlaskan untuk meluangkan waktu untuk mengkatamkan kitab ini. Berikutnya
saya teringat dengan buku tentang Doktor Kecil Penghafal Al-Quran. Di situ pun
ada beberapa metode salah satunya ketauladanan agar anak mampu dengan cepat menghafal Al-Quran,
1. Motivasi. Berikan motivasi seperti pujian dan reward
ketika anak mampu meghafal beberapa ayat.
2. Jangan memaksa. Sepertinya ini orang dewasa saja tidak
suka, apalagi anak kecil yang notabenenya ingin selalu aktif bermain. Ajarkanlah
secara bertahap.
3. Buatlah menyenangkan. Ini dapat berupa games yang
menantang dan seru. Sehingga anak-anak merasa antusias dan tidak mudah jenuh.
4. Ambil yang mudah. Ini ada hadistnya. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Tidaklah
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam
menentukan pilihan antara dua perkara melainkan beliau memilih yang termudah di
antara keduanya selama bukan termasuk dosa. Apabila termasuk dosa, maka beliau
menjadi orang yang paling menjauhinya. Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam marah untuk dirinya sendiri dalam
maslaah apa pun kecuali apabila syariat Allah dilanggar, maka beliau akan marah
karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Muttafaqun’alayh
5. Keteladanan. Seperti yang telah disinggung di atas.
So, sebaiknya saya perbaiki diri saya terlebih dahulu, Sebelum memperbaiki dan menyuruh orang untuk menjadi lebih baik.
Hemm, great meeting.. ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar