Jumat, 31 Januari 2014

Ngempet Nilai..

Iya tuh si portal lg ngempet nilai ku.. Biar berasa romantis kali ya.. Hash.. hash.. (eh kok malah seperti sedang berbuat)
Bosen menanti nilai, kaya mahasiswa cupu gitu.. dikit.. dikit ngintip portal.. sambil dek-dekan.. takut nilai yang keluar C, D, F, Z.. haha.. Kata para aktivis dan oportunis sih, "NGGA PRODUKTIF"
Kalimat macam apa pula itu?
Penjabarannya nih ya..
Noh, kaya si A yg tetep eksis dengan beasiswa ke luar negerinya..
Atau si B yg ekstrem mempertahankan usahanya sebagai enterpreneur dengan service laptop..
Ada juga tuh si C yg wira-wiri ke luar kota cari pengalaman atau sekedar hunt buat orgasme visual..
Si D juga ngga kalah keren istiqomah ibadah "one day, one juz" (kayanya kalau udah masuk kuliah jg tetep goyang d Li***d)..
Si E nih yg nemenin belajar adeknya biar lulus..
Lalu si F yang sibuk melobi pemerintah dan membangun jaringan politiknya, biasa maindstream pesta demokrasi..
Sementara si G.. apa yg dilakukan oleh si G? coba tebak?
Si G bisa jadi adalah aku.. Di kala yang lain PRODUKTIF, si G..
TIDUUUUUUURRR..

SELAMAT TIDUR.

Senin, 13 Januari 2014

Hujan



Aku masih berpikir, mengapa kau membasahi lapangan.. Misi apa yang kau bawa? Inilah keegoan ku yang menilai si hujan itu memiliki misi. Mengapa aku tak berpikir, bukan hujan tersangkanya. Hujan hanyalah cara. Hujan hanyalah pesuruh. Pesuruh dari Yang Maha. Hujan tidak memiliki misi. Dia hanya cara yang tak pernah melawan Majikannya. Majikannyalah yang memiliki misi. Entah, misi apa itu. Kelompok atheis terkadang menilai hujan hanyalah siklus yang muncul karena ada sebab konkret. Memang segala sesuatu itu ada sebab konkrenya. Namun, jika akibat itu terlampau kompleks, sebab apakah yang memunculkannya? Apakah sebab itu masih berupa sesuatu yang konkret? Atau sebab itu justru wujud yang sangat kompleks hingga tak dapat didefinisikan manusia. Baiklah, aku akan mencoba berhenti pada pemikiran ada sebab konkret dan sebab abstrak yang memiptakan sebuah akibat.

Kadang aku terlalu bar-bar menilai segala masalah yang datang pada ku sepenuhnya adalah salah ku. Salah ku yang tak mampu memprediksikan masa depan. Salah ku yang tak mampu mengidenifikasi posisi ku. Salah ku yang tak mampu bersikap bijak. Satu sisi, hal ini bisa dibenarkan. Tapi jika menengok pada pemikiran di bait atas, ada Sesuatu yang telah mendesignkan masalah itu untuk ku. Masalah itu sendiri tak selamanya berdampak negatif. Andai saja aku mampu lebih bijak menilai sebuah masalah. Mungkin, aku bisa engambil posiifnya.

Kedatangnnya terkadang menjadi masalah bagi penduduk yang berada di wilayah rawan banjir. Di wilayah lain ada yang kekeringan dan justru menanti adanya hujan. Sementara saya tarik setengah benang merah, bahwasannya hujan ingin mengajarkan kita tentang rasa syukur. Dan bagi wilayah yang rawan banjir, hujan ingin mengajarkan nilai kebersihan itu sebagian dari iman, makanya jangan suka buang sampah di kali. Hujan ingin memotivasi kita unuk berinovasi, bagaimana cara merecycle, mereduce, dan mereuse sampah. Di wilayah yang gersang, hujan ingin mengajarkan tentang kesempatan idak akan datang unuk kedua kalinya. Maka segerakalah pekerjaan yang mampu kamu kerjakan sekarang dengan memanfaatkan air, dan jangan menunda-nunda hingga hari esok. Hujan ingin mengajarkan waktu bukan hanya sekedar uang, tapi watuadalah uranium.

Ya begitu pula masalah yang aku hadapi, ada fakor yang konkret dan abstrak. Jikalah konkret mungkin itu sepenuhnya salah ku. Namun, jika benar ada fakor absrak yang mengikat, maka ada tangan Tuhan yang ingin aku belajar memaknai. Jadi apa yang harus aku akukan setelah ini?

Belajar.. :D

Selasa, 07 Januari 2014

Sial Ekonomi..

Kurang lebih, tiga tahun telah berkecipung di aktivitas ekonomi.. Yak, SIALLL... Betapa jenuhnya saya.. Kadang saya merefresh otak dengan Sosiologi Ekonomi yang cukup kritis menanggapi ekonomi praktis. Jika dibayangkan, memang sepertinya aneh. Ketika saya berkubang bersama ekonomi dan hidup karenanya, justru saya mempelajari kelmahan saya sendiri dan menghujat tingkah saya sendiri. Tapi sudahlah, sepertinya malam ini adalah klimaksnya.

Klimak ini terjadi ketika teman saya mengusulkan agar LCD yang saya miliki dititipkan kepada orang lain, agar dapat menghasilkan uang. Uaaaang... Uaaaaaang... dan Uaaaaaaaaaaaang... SIALL. Sementara, sering kali saya meminjamkan handycam tanpa menarik sepeser pun uang. Asal handycam saya tetap pada pantauan saya. Dan yang meminjam handycam saya bukan sembarang orang. Biasanya teman satu organisasi saja. Ya, mungkin karena saya tipekal introvert yang sulit percaya dan cenderung membenci out grup, maka semua peminjam pasti saya kenal dan bertanggung jawab. Sekarang handycam yang sudah 4 tahun setia bersama saya ini tetap cantik dan menawan. Ya, cinta pada handycam ini memang bukan sembarang cinta. Cinta selalu menuntut untuk dijaga dan diperhatikan. 

Kembali ke permasalahan LCD, saya begitu berat untuk menerima masukan teman saya itu, saya lebih baik meminjamkan tanpa membayar asal LCD saya dapat saya pantau secara dekat. Dibanding menitipkan ke orang lain, yang kemudian saya tidak tahu kondisi LCD saya dan belum tentu orang yang saya titipkan dapat memberikan perhatian pada LCD saya sama seperti perhatian yang saya berikan padanya.

Mungkin butuh penganalogian untuk menegaskan apa yang saya rasakan. Ibaratnya saya memiliki orang tua, hanya karena mereka sudah tua dan tak berdaya, maka saya menitipkannya pada panti jompo dengan alibi efisiensi waktu, efektifitas tenaga, dan praktis. Tidak, orang tua saya adalah manusia yang memiliki rasa, mereka punya hati. Bukan pada waktu, tenaga, atau uang. Tapi cinta dan kasih sayang dari anaknya yang mereka butuhkan. Dengan memantau mereka dari dekat, mereka akan tahu bahwa anaknya masih perhatian pada mereka. Mungkin ini jauh berbeda dengan LCD karena LCD benda mati. Tapi cinta ku pada LCD seperti cinta ku pada orang tua yang telah setia menemani hari-hariku.

Kamis, 02 Januari 2014

Detik Terakhir




Yah.. Yah.. Tidak usah saya diskripsikan mendetail berkaitan dengan judul. Pasti semua tahu kondisi seperti apa itu "Detik Terakhir". Judul ini sangat unik jika saya tautkan dengan konteks waktu ketika saya mengetikan entri ini. Jika ada yang mengetahui majas paradoks, seperti itulah yang saya alami. Saya mengalami detik terakhir di awal tahun, yakni 3 Januari 2014. Mengapa demikian? Yang dimaksud detik terakhir adalah masa liburan menjelang UAS dan ditambah detik akhir untuk penagihan tunai 15 juta rupiah.
Sungguh naif, di detik akhir ini saya justru bermalas-malasan dengan boneka, selimut, sandal hangat, laptop, dan gitar saya. Entahlah masa depan seperti apa..