Senin, 13 Januari 2014

Hujan



Aku masih berpikir, mengapa kau membasahi lapangan.. Misi apa yang kau bawa? Inilah keegoan ku yang menilai si hujan itu memiliki misi. Mengapa aku tak berpikir, bukan hujan tersangkanya. Hujan hanyalah cara. Hujan hanyalah pesuruh. Pesuruh dari Yang Maha. Hujan tidak memiliki misi. Dia hanya cara yang tak pernah melawan Majikannya. Majikannyalah yang memiliki misi. Entah, misi apa itu. Kelompok atheis terkadang menilai hujan hanyalah siklus yang muncul karena ada sebab konkret. Memang segala sesuatu itu ada sebab konkrenya. Namun, jika akibat itu terlampau kompleks, sebab apakah yang memunculkannya? Apakah sebab itu masih berupa sesuatu yang konkret? Atau sebab itu justru wujud yang sangat kompleks hingga tak dapat didefinisikan manusia. Baiklah, aku akan mencoba berhenti pada pemikiran ada sebab konkret dan sebab abstrak yang memiptakan sebuah akibat.

Kadang aku terlalu bar-bar menilai segala masalah yang datang pada ku sepenuhnya adalah salah ku. Salah ku yang tak mampu memprediksikan masa depan. Salah ku yang tak mampu mengidenifikasi posisi ku. Salah ku yang tak mampu bersikap bijak. Satu sisi, hal ini bisa dibenarkan. Tapi jika menengok pada pemikiran di bait atas, ada Sesuatu yang telah mendesignkan masalah itu untuk ku. Masalah itu sendiri tak selamanya berdampak negatif. Andai saja aku mampu lebih bijak menilai sebuah masalah. Mungkin, aku bisa engambil posiifnya.

Kedatangnnya terkadang menjadi masalah bagi penduduk yang berada di wilayah rawan banjir. Di wilayah lain ada yang kekeringan dan justru menanti adanya hujan. Sementara saya tarik setengah benang merah, bahwasannya hujan ingin mengajarkan kita tentang rasa syukur. Dan bagi wilayah yang rawan banjir, hujan ingin mengajarkan nilai kebersihan itu sebagian dari iman, makanya jangan suka buang sampah di kali. Hujan ingin memotivasi kita unuk berinovasi, bagaimana cara merecycle, mereduce, dan mereuse sampah. Di wilayah yang gersang, hujan ingin mengajarkan tentang kesempatan idak akan datang unuk kedua kalinya. Maka segerakalah pekerjaan yang mampu kamu kerjakan sekarang dengan memanfaatkan air, dan jangan menunda-nunda hingga hari esok. Hujan ingin mengajarkan waktu bukan hanya sekedar uang, tapi watuadalah uranium.

Ya begitu pula masalah yang aku hadapi, ada fakor yang konkret dan abstrak. Jikalah konkret mungkin itu sepenuhnya salah ku. Namun, jika benar ada fakor absrak yang mengikat, maka ada tangan Tuhan yang ingin aku belajar memaknai. Jadi apa yang harus aku akukan setelah ini?

Belajar.. :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar