Malam ini seperti biasa, insomnia mengunjungiku . . Namun dia tidak senidiri . . Dia mengajak kawan kekerasan dan caci maki yang sudah aku kenal lama. Mungkin kalau aku ingat, perkenalan ku dengan kekerasan dan caci maki itu saat usia 7 tahun, saat aku sedang bergurau dengan adik ku. Tapi si tokoh kekerasan tiba-tiba datang lalu salah paham dan emosi menjambak rambut ku, mencaci-maki ku dan menampar adik ku. Entahlah, mengapa dia lakukan itu, dulu aku masih kecil dan tidak tahu seluk-beluk psikologis orang dewasa, salah satunya tokoh ini, yang menilai aku hanya seonggokan sampah yang tak berguna. Dia selalu merasa dirinya yang benar. Hingga melegalkan semua tindakannya, ya walaupun kadang agak aneh.
Kini 20 tahun sudah aku mengenal kekerasan dan caci maki itu. Mungkin bisa ku sebut itu hal yang bodoh, karena tak berguna tapi selalu saja terulang. Seperti tidak ada cara lain saja dalam mengatasi masalah. Dan paling menyebalkan ketika si tokoh kekerasan berkata, "Bagaimana mana esok ketika kamu menjadi Ibu rumah tangga?" Beruntung malam ini yang kena dampratan adik ku, jadi si tokoh kekerasan tidak mendapat balasan, karena karakter adik ku yang lebih memilih berdamai dan berdiam diri. Andai saja aku yang terkena dampratan, bisa jadi si tokoh kekerasan mendadak serangan jantung. Mengapa? Karena aku bukan orang seperti adik ku yang hanya berdiam diri ketika dipersalahkan, sedang si penyalah tidak tahu kondisi detail kita. Atau bahkan merasa dirinya lah yang benar. Sering si tokoh kekerasan memprotes aku. Tapi jika aku sedang tidak beribadah, sontak aku bantai dan si tokoh kekerasanlah yang memilih untuk mengalah. Lantas, ketika keadaan menjadi hening, dia berucap saya akan pergi jika memang semua tidak dapat menerima ku. Dengan sepihaknya dia menyimpulkan kami tidak menerimanya. Bukankah jiwanya begitu kecil. Ketika masalah diselesaikan dengan kekerasan lalu melarikan diri ketika kalah. Dan untuk jawaban dari pertanyaannya adalah maaf esok saya tidak ingin berumah tangga, bahkan berumah tangga seperti yang anda bentuk. Memangnya hidup hanya untuk berumah tangga, rumah tangga bobrok. Rumah tangga dengan kekerasan. Rumah tangga yang tak mandiri. Mengapa tak kau ciptakan suasana hening? Mengapa tak coba kau pahami dengan mengikuti segala aktivitas kami? Mengapa tak kau coba sabarkan diri? Mengapa kau tak mensyukuri yang terjadi? Mengapa kau terlalu bercita-cita terlalu aneh? Mengapa tak kau coba ikuti terlebih dahulu alur kami dan perkenalkan dirimu terlebih dahulu? Mengapa kau suka dengan pemaksaan? Mengapa tak kau berikan kami kesempatan untuk memahami? Mengapa tak kau arahkan kami dengan kehalusan dan kelembutan? Mengapa harus kami yang bertindak halus dan lembut kepada mu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar