Selasa, 12 Juni 2012


Terlalu dangkal ketika kau marah dengan seseorang tanpa tahu kondisi detail orang tersebut. Suatu kisah tentang Petani yang memiliki bayi dan peliharaan tupai. Seperti rutinitas biasanya, petani berpamitan pergi ke ladang dan menitipkan bayinya pada sang tupai. Tupai yang amanah pun menjaga bayi petani dengan penuh kasih sayang. Lalu datanglah seekor macan yang hendak menerkam si bayi. Menyadari hal itu si tupai segera melindungi bayi petani. Dengan berbagai perlawanan si tupai tergigit taring macan, tercakar kuku macan, hingga darah pun berderai-derai di tubuh tupai, tupai pun tak berdaya lagi untuk menjaga si bayi. Kemudian si macan dengan ganasnya menerkam si bayi. Bayi pun mati.
Hari menjelang malam, petani pulang dari ladang. Betapa terkejutnya melihat tubuh bayi yang mati penuh darah di samping tupai yang sedang membersihkan tubuhnya dari noktah-noktah darah. Amarah petani pun meluap-luap dan ingin membalas si tupai yang dianggap telah membunuh si bayi, dengan membawa golok, petani berusaha membunuh si tupai. Si tupai dengan tubuhnya yang limbung berusaha menghindar dan menjelaaskan bahwa yang membunuh bukan dirinya. Namun si Petani tak percaya sebab telah ada bukti darah di tubuh tupai. Di akhir cerita si tupai pun mati dibunuh petani.
Setelah membunuh tupai, si petani hendak mengubur bayinya dan membuang bangkai tupai. Beberapa langkah dari rumah ia bertemu dengan macan yang membawa potongan tangan si bayi dan di tubuhnya juga terdapat noktah-noktah darah. Barulah si Petani sadar bahwa tupai tak bersalah.
Bagaimana?
Grave diatas cukup signifikan bukan, untuk menggambarkan betapa pentingnya kesabaran. Karena jika sedikit saja salah menilai kita bisa membunuh seseorang yang tak berdosa. Atau mulut mu harimau mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar