Malam ini jadwal mengerjakan tugas kuliah saya tunda . . Sengaja untuk menulis kisah orang gila. Saya yakin ini cerita kurang penting, bahkan sangat tidak penting. Tapi bila terlewatkan sangatlah merugi. Hhe . .
Tercatat sebuah sejarah perjumpaan saya, teman-teman dan orang gila tersebut di pinggir jalan depan kampus, kami sedang berjalan kembali ke kampus seusai makan siang. Saya sendiri yang tidak menyadari orang tersebut gila, berusaha sopan melewatinya dengan membungkukan badan tanda penghormatan saya pada orang tersebut, orang yang duduk setengah tidur di bawah pohon. Pakaiannya yang lumayan matching bak kernet bis kopata mengaburkan penilaian saya, sehingga saya anggap orang tersebut normal. Setelah melewatinya beberapa langkah bersama teman-teman, orang gila tersebut tak hanya tersenyum seperti ketika kami berpas-pasan, namun kini tawanya pun terdengar di posisi kami yang mungkin sudah 3 meter dari orang tersebut. Sekian detik kemudian, teman-teman mengambil sikap untuk berjalan cepat dengan maksud segera menjauhi orang tersebut. Saya yang baru sadar orang tersebut gila berusaha mencari sorot mata teman-teman. Dan benar saja tidak hanya saya yang menilai orang tersebut gila, namun teman-teman juga memiliki penilaian yang sama, ketika saya baca sorot mata mereka seperti ketakutan. Hhe . . Syukur, kami segera sampai gerbang dan masuk kampus.
Kisah ini masih berlanjut ketika kami telah masuk kampus dan duduk berdiskusi di taman. Ternyata posisi tempat kami berdiskusi berseberangan dengan posisi duduk setengah tidur orang gila tersebut. Orang gila tersebut kembali tersenyum menatap kami yang sedang berdiskusi. Owh… NO . . . hhe . . Maklum karena kami sebagian besar Ukhti-Ukhti (red,-muslimah) maka kami segera mengeluarkan slayer dan menggunakannya sebagai cadar, agar terhindar dari nafsu orang gila tersebut. Sebagian teman ada yang meminta untuk pindah lokasi diskusi, namun ada juga yang meminta untuk tetap di taman. Beberapa waktu kemudian, si orang gila mendekatkan diri ke pagar yang membatasi taman dengan trotoar di luar kampus sambil memanggil-manggil kami yang ada di dalam. Owh it’s enough . . Kami segera pindah lokasi diskusi. Bertepatan cuaca juga semakin mendung. Tapi orang gila tersebut nekat naik pagar dan masuk ke kampus. Please imagine it . . Just say . . I’m dead . . hhe . . Kemana lagi kita harus berlindung? Kalau pagar saja bisa diterjang. Lalu kami mengamankan diri di mushola, sekalian sholat karena adzan telah berkumandang. Tapi seusai mengambil wudhu dan masuk ke mushola, orang gila tersebut mendekati mushola, sontak kami yang berada di dalam mushola menjerit histeris sambil lompat-lompat dan lari di tempat. Kemudian terdengar dari luar suara orang gila sedang berbincang-bincang dengan satpam kampus. Kami menjadi penasaran dan perlaha-lahan membuka pintu mushola dan ketika orang gila tersebut telah pergi jauh, kami menanyakan pada satpam mengenai orang gila tersebut.
Pak satpam pun berkisah, bahwa orang gila itu dulu mahasiswa kampus ini tapi tidak tahu bagaimana kelajutannya dia jadi tidak jelas begitu kondisinya. Hemm.. Sejenak saya introspeksi diri, mungkin suatu saat saya juga berada di posisi dia. Betapa naifnya saya.
Silakan baca web ini, http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2012/03/30/aku-tidak-gila-aku-perenung-sejati/ (sebagai klarifikasi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar