Minggu, 25 Desember 2011

Afwan Ya Ukhti...


Sabtu, 24 Desember 2011, Alhamdulillah, Allah SWT. memberi kesempatan pada saya untuk menjadi pemateri dalam sebuah kajian yang betemakan “Tanpa HAM, Pasti Bisa”. Beberapa hari sebelum kajian diselenggarakan saya telah diberi TOR yang dapat saya jadikan pedoman. Namun karena agenda yang padat TOR tersebut baru saya baca malam sebelum kajian tersebut diadakan. Ketika awal saya membawa TOR tersebut tertuliskan tema “Tanpa HAM, Pasti Bisa!” Sub’hanallah, menggelitik sekali tema ini. Perlu berkeliling dunia untuk mendapat inspirasi dan memutar fikiran. Umumnya manusia di dunia ini selalu menuntut adanya HAM, namun di tema ini justru sebaliknya.
Sangat sulit memutuskan, teori apa yang harus saya gunakan dikarenakan tidak ada kejelasan mengenai audience yang akan saya hadapi besok (Sabtu, 24 Desember 2011,-red). Entah partai apa mereka? Berapa usia mereka? Atau bagaimana tingkat emosi mereka? Dengan membaca Tasbih, sedikit demi sedikit muncul beberapa gagasan yang mungkin dapat menetralkan segala kemungkinan yang akan terjadi besok.
Dari tema “Tanpa HAM, Pasti Bisa”, saya memperoleh intuisi bahwa tema tersebut tendensi untuk kontra dengan HAM, maka saya mengambil teori konflik. Namun sebelum menganalisis kasus tersebut saya mencoba untuk memaparkan sejarah HAM di Indonesia, implementasi dan implikasinya  selama ini. Setelahnya baru saya bedah dengan teori konflik.
Di hari H, semua begitu terguncang dan kenetralan saya nampaknya berhasil. Namun kenetralan saya inilah yang justru menjerumuskan saya pada jurang perdebatan yang mempertontonkan kemoderatan saya. Sedangkan audience di hadapan saya mayoritas kaum radikal yang mana saya sadari dipertengahan kajian. Dag-dig-dug timbul-tenggelam.. Bahkan beberapa audience pun ada yang hilang simpatik dengan saya. Bersyukur saya tidak dihujat terang-terangan di mimbar saya yang jelas di ruang publik.
Alhamdulillah, dengan sebuah ketenangan saya dapat membaca kondisi dan pindah haluan untuk menyesuaikan diri dengan beberapa konteks, dan beberapa pertanyaan pun telah terjawab dengan sudut pandang saya (FISIPOL,-red). Sub’hanallah, benar-benar pengalaman yang Fantastis. Di akhir kajian saya mengevaluasi diri sendiri dan merangkai sebuah pertanyaan yakni, Siapa saya? Pemateri atau pihak terdakwa? Hehehe… Untuk ke depannya mungkin perlu sebuah TOR yang lebih mendetail, tidak kerja dadakan, berfikir lebih cepat. Untuk Ukhti yang telah mengapresiasi dan memberi waktu kepada saya jazakumullah khairan, afwan untuk segala kesalahan dan saya akui ilmu saya yang masih rendah. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar