Selasa, 02 Januari 2018

Candidate


"Gak gaul, gak pernah melihat dari dekat perbedaan pola pikir dan kehidupan orang lain. Gak diajarkan pelajaran-pelajaran yg membentuk daya kritis. Doktrin terus menerus. Tinggal tunggu waktu jadi teroris"

Status keji seperti itu pernah diposting oleh seorang follower gw, sambil gak lupa ia menyertakan foto Musa, hafidz cilik bersama keluarganya.
Naudzubillah minzalik, betapa besar fitnahnya. Padahal pembuat status itu orang Islam juga. Gw sempat terjebak perdebatan gak penting gara-gara statusnya itu, sampai akhirnya terpaksa dia gw blokir, karena orang seperti ini lebih banyak mudharatnya dipertahankan dalam mutual friend.

Waktu akhirnya menjawab. Status itu dengan sendirinya terbantahkan. Musa justru mengharumkan nama Indonesia dengan prestasinya. Gaulnya hingga ke belahan dunia. Sementara pembuat status itu gak ke mana-mana dan gak melakukan apa-apa untuk bangsa selain menjadi remah-remah sampah dunia maya.

Alhamdulillah, pagi tadi gw berkesempatan menghadiri talkshow inspirasi Qur'ani masa kini, yg menghadirkan Musa dan abinya. Acara hingga sore, ditutup dengan sholat magrib yg diimami Musa.

Anak ini benar-benar luar biasa. Ibarat hardisk berjalan yg entah kapasitasnya berapa terrabyte. Perasaan semua orang dibuat campur aduk. Ada sesak karena haru, ada juga gelak tawa melihat tingkahnya. Gak ada sedikitpun tersirat beban oleh hafalan-hafalan yg susah dicerna logika.

Gak cuma Alqur'an 30 juz, hadits-hadits yg panjang pun ia kuasai, lengkap dengan nomor-nomor dan judul kitabnya. Diuji dengan urutan hadits yg dibolak-balik, potongan ayat dalam Alqur'an yg dicomot sedikit dari tengah, gak membuatnya terkecoh, semua dijawab dengan tenang dan tanpa pikir panjang.

Nah, penasaran gimana cara orangtuanya mengajarkan?

Berikut ini mungkin bukan trik atau metode secara detail, tapi beberapa poin yg gw anggap penting dan sempat gw catat tadi:

1. Mushaf jangan diganti atau ditukar-tukar. Cukup satu mushaf untuk anak. Ini sepele, tapi ngaruh dari segi psikologis.

2. Pilih waktu-waktu yg tenang, misalnya bada shubuh. Musa sendiri bangunnya jam 2.30 dini hari. Mungkin kedengaran ekstrim, tapi jangan dilihat jamnya, karena ini semua berproses, kata Abu Musa. Ala bisa karena biasa. Jam 10 adalah waktu istirahat tidur siang hingga zuhur. Bada Zuhur lanjut hafalan.

3. Gak usah terlalu banyak tutorial dan referensi. Ciptakan metode sendiri, toh hanya anda yg tau apa yg membuat anda dan anak-anak anda nyaman. Banyak org memulai dari juz 30, tapi Musa dari juz satu. Menurut abu Musa, juz 30 lebih susah karena banyak ayat yg sama. Tapi tentu setiap orang beda-beda.

4. Ada pendapat, usia 4 tahun adalah waktu bermain, jangan dulu diajar baca tulis? Ini gak sepenuhnya benar, karena  Musa dan adik-adiknya usia 4 tahun justru sudah bisa baca tulis Alqur'an. Ini bukan soal IQ atau kemampuan intelejensi dari sononya. Ini semua karena dibentuk dengan didikan kedisiplinan. Waktu bermainnya pun tetap ada. Biasanya main di sore hari usai hafalan bada ashar.

5. Jam 7 pagi semua anak sudah mandi pagi dan wangi serta dandan rapi. Gak ke mana-mana, tapi duduk ngaji. Selalu biasakan anak fresh saat menghadap Alqur'an.

6. Tivi hanya untuk memutar VCD ngaji, channel tivi hanya untuk TV dakwah. Demikian pula gadget hanya buat murottal dan menonton ngaji, selebihnya gak boleh. Game virtual gak ada. Apakah anak-anak protes? Tidak. Banyak hiburan dan permainan pilihan yg lebih nyata secara fisik. Main rumah-rumahan, main hujan-hujanan, main pasir, dll. Sedapat mungkin libatkan atau luangkan waktu bermain bersama anak. Apakah pelajarannya hanya ngaji saja? Gak juga. Ayah Musa mengajarkan ilmu pengetahuan alam, sosial, matematika dan lain-lain secara homeschooling.

7. Muroja'a secara bertahap. Bada subuh, Zuhur, dan ashar, masing-masing surat yg berbeda. Karena bada isya waktunya panjang, maka di waktu ini diulang semua hafalan yg dibaca seharian. Tau gak, berapa jam yg digunakan Musa mempelajari Al-Quran dalam sehari? 10 jam! Tapi gak usah heran, apalagi dianggap militan, karena ini lagi-lagi butuh proses untuk sampai ke tahap itu.

8. Untuk huruf atau hafalan yg susah diingat, tulis dan tempel di setiap dinding yg sering dilalui (kecuali kamar mandi). Setiap ia lupa, jangan ingatkan dengan ayat tapi sebutkan atau tunjuk sesuai dindingnya, biarkan ia mengingat sendiri.

9. Rasa iba melihat anak pasti ada, tapi sebaiknya jangan kalah. Tanamkan bahwa ini kelak untuk mereka juga.

10. Harap pahala dan ingat dosa. Ini motivasi efektif jika hafalan mulai menurun.

11. Ibu adalah pemegang kendali di dalam rumah. Peran serta ibu menentukan baik dan tidaknya rumah, yg kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat, termasuk jika rumah diisi oleh lantunan dan tadabbur Alqur'an. Ummi Musa sendiri gak punya asisten, 5 anak dihandle sendiri, tapi tetap gak pernah absen dalam majelis taklim. Jangankan sakit sedikit, sudah mau pecah ketuban pun tetap semangat menghadiri taklim.

12. Timbulkan sifat qonaah dalam keluarga, meski kurang tapi tetap syukur. Abu Musa lebih banyak mengorbankan pekerjaan demi membimbing anak. Sedang ada kerjaan di luar atau di jalan pun ia masih bisa mengajar murojaa atau tes hafalan anak via telepon. Yakinkan dalam hati, pelaku maksiat saja masih diberi rezeki oleh Allah, apalagi orang yg berjuang di jalan-Nya.

Demikian resume acara tadi. Gak usah dicari lucunya ya. Haha..
Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar