Berbagai halang rintang telah kami lalui untuk sekedar
merencanakan perjalanan kami (Adis, Gaiety, dan Grace). Dari berbagai ujian di
kampus, aktifitas kampus, dan berbagai seluk beluk perkampusan kecuali ayam
kampus telah kami atasi dan terwujudlah impian kami. 4 Agustus 2012 kami menuju
kota Jepara menggunakan mobil yang berada dalam kekuasan sepupu saya (Say
thanks so much to Wildan) hhe . . Di perjalanan melaui kota mu Demak lalu
mengutara dan tibalah di Jepara, sering berjumpa dengan masjid-masjid yang
sangat berseni yang bisa dilihat dari bentuk arsitektur dan lighting-nya. Tidak hanya masjid, sering
pula ditemukan kayu-kayu berseni yang penuh ukiran tanpa rupa manusia dan
binatang . . Beberapa puluh menit kemudian, setelah sholat subuh, sesuai dengan
intenarary yang diajukan oleh agent, kami tiba di Jepara tepat pukul
06.00 WHS (Waktu Handphone Saya). Namun sungguh kecewa, si tersangka yang
menyatakan diri menggunakan baju biru (guide)
seharusnya lebih awal tiba di lokasi nyatanya belum tiba. Kami pun menyempatkan
diri untuk foto-foto (mengalay ria)
di sekitar dermaga. Puas berfoto, kami memilih tempat duduk di sekitar warung
tempat berkumpul peserta. Nampak beberapa peserta Cines yang sepertinya sangat
siap melaut. Ada pula agent lain yang
nampaknya juga memilih warung ini sebagai tempat berkumpul mereka. Iiih waaw .
. Melihat peserta agent sebelah ada
paklek (bahasa alay kami untuk menyebut bule cakep) –nya jadi berasa ingin
pindah agent. (Yakin, si penulis
ndeso banget) Hhe . .
Kriik . . Krrriikk . . Krriik . . Setengah jam telah
berlalu, kami berubah menjadi stupa . . Namun tiba-tiba dari kejauhan nampak rerumputan
berjalan . . Tapi rerumputan itu semakin mendekat, saya semakin sadar bahwa itu
sosok manusia berbaju biru.(peace) Dan jelas sudah, rerumputan itu adalah rambut
kriwilnya. Owh sepertinya saya benar-benar jenuh hingga berfantasy terlalu jauh. Hha . . Segera Adis dan saya menghampiri sang
tersangka, . . Saya yang sudah menjadi setengah stupa berusaha menampakan wajah
charming, sayang sekali sang tersangka
hanya membalasnya dengan, “Oh mbayarnya nanti aja, ini intenarary dan snack-nya.”
(toeng . .). Kemudian kami masih harus menunggu 2 jam lagi untuk keberangkatan.
Untuk mengisi waktu luang saya buka amplop yang berisi intenarary ternyata di dalam juga ada stiker dan keterangan
mengenai tempat wisata kami, yuph, KARIMUNJAWA (ngetiknya sambil teriak dan
bangga) . . haha . . Cukup setengah jam saya telah selesai membaca semua. Bersyukur
ada Papanya Adis yang ikut mengantar kami. Beliau menerangkan beberapa
kementakan yang akan terjadi ketika kami di Karimunjawa, lumayan untuk mengisi
waktu luang. Beberapa diantaranya: mengenai tanaman langka di Karimunjawa yang
mampu menyembuhkan mata minus, berdasarkan pengetahuan Om Sigit selaku Papanya
Adis, tanaman ini hanya ada di Karimunjawa, lalu mengenai listrik, mengingat
Karimunjawa identik dengan pulau kecil maka listrik akan padam setelah jam sembilan malam, serta mengenai proses berlabuh kami di Karimunjawa berada di
Dermaga seperti di Jepara.
Masa yang kami tunggu pun tiba. Waktu menunjuk pukul
08.29 WHS saatnya berangkat . . 6 jam di kapal memberi kesempatan saya untuk beberapa kali pasang
status FB. Hha . . Di saat perut mual, kepala pusing, dan siaga di pinggiran
kapal agar ketika luapan muntah keluar bisa terjun langsung ke laut. Haha . .
diiringi kencangnya terpaan angin, muncul komplotan lumba-lumba menyapa dan
menghibur diri yang sedang mabuk. Lucu lumba-lumbanya lompat-lompat, ada yang
ngejar-ngejar kapal juga. . hhe . .
Setelah
6 jam berlalu nampaklah kremen-kremen yang
kemudian menjadi Kremenjawa, eh Karimunjawa. Tiba di Karimunjawa, kami disambut
supir bis yang telah siap mengantar ke homestay.
Menurut saya antara homestay di Yogya
dengan Krimunjawa lebih berseni di Yogya. Tiba di homestay kegiatan kami selanjutnya adalah bersih-bersih diri dan
istirahat selagi menanti adzan magrib(buka puasa). Allahu Akbar . . Allahu
Akbar . . kami segera menuju homestay
seberang untuk berbuka. Di homestay
ini si Adis menemukan fenomena unique.
Sebagai psikolog dia menganalisa seorang anak yang jutek akibat menonton
televisi tanpa dampingan orang tua. (bangga punya sepupu psikolog) Haha . .
Fenomena anak jutek yang lebih terkonsentrasi pada televisi yang notabenenya
menayangkan sinetron dan kisah-kisah fiktif ini juga telah kami temukan di homestay tempat kami menginap. Mereka
sangat apatis dengan sapaan kami dan berbagai gurauan kami. Mereka hanya focus pada televise. (kacang . . kacang
. .) hha . .
Mengisi heningnya malam, kami berjalan-jalan ke alun-alun
Karimunjawa. Di sepanjang jalan mayoritas permukiman yang ada dijadikan homestay, toko, dan tempat penyewaan diving and snokling tools. Berdasar
observasi kami, permukiman di Karimunjawa rata-rata sama besar dan sama bagus
serta bisa disimpulkan tidak ada kesenjangan di sini. Di samping itu mengenai
relasi masyarakat sendiri dapat dikatakan berupa paguyupan yang mana masih
bersifat kebatinan, akrab, permanen, dan non-formal. Hal ini dapat dilihat dari
kegiatan masyarakat yang sering nongkrong bareng di depan rumah. Tidak hanya
satu-dua rumah tapi beberapa rumah. Hal ini juga dapat mempertegas bahwa di
Karimunjawa sangat minim gap antar si kaya dan si miskin. Kemudian dapat kita
prediksikan mengenai keamanan di Karimunjawa yang pastilah aman. Seperti
fenomena yang ditemukan oleh Adis, yakni sebuah motor di Karimunjawa
diparkirkan tidak hanya tidak dikunci stang tapi kuncinya saja tidak dicopot
dari motor. (Awesome) Dan yang lebih
mengasikkan di Karimunjawa tidak ada lampu merah. Jadi teringat gagasan Mufty
akan kebebasan di mana tidak ada hukum yang mengatur semua tingkah kita,
segalanya cukup dengan toleransi dan saling pengertian. Sempet shock saat gagasan Mufty melintas di kepala lalu gagasan itu terrealisasikan. Sebab penulis menilai gagasan itu sangat utopis, di mana hukum tercipta hanya dan hanya jika rakyat di tempat tersebut membutuhkan hukum, jadi ketika masyarakat itu benar-benar sudah aman, sejahtera, gemah limpah loh jinawi ya persentase terhapusnya hukum itu semakin besar. Tapi penulis mengira antara individu dengan individu lainnya pastilah memiliki kebutuhan dan tujuan yang berbeda-beda, yang jadi masalah adalah memanagement antar kepentingan-kepentingan tersebut. Apakah bisa tanpa hukum semua menjadi teratur? Hemm... Sepertinya penulis perlu penilaian baru, tidak hanya dalam memahami fakta tapi juga dalam menentukan tujuan.
Setelah puas berjalan-jalan, kami kembali ke homestay dan melanjutkan kegiatan
tadarus. Mengenai keagamaan di Karimunjawa masih sangat kental. Mungkin
konklusi ini dapat kita pilih ketika kita bandingkan dengan lokasi wisata yang
sekriteria dengan Karimunjawa, seperti Bali. Di Karimunjawa partisipasi
masyarakat mengenai peribadatan sangat militan. Mengingat juga lokasi
Karimunjawa yang masih dekat dengan Jepara dan Demak yang kental akan Islam
priyayinya. Dan mengingat juga sejarah dari Pulau Karimunjawa snediri.
Paginya karena ada beberapa miskomunikasi dengan guide
kami. Maka kami tidak mendapat sahur. (hufft . .) Kami pun memutuskan kembali
tidur. Kemudian saya disadarkan kembali oleh Adis dan Mbak Grace, segera saya
mempersiapkan diri untuk kegiatan selanjutnya, yakni snorkling. Di pagi ini kami tersadar akan ketidakberadaan listrik di Karimunjawa. Kata Ibu homestay listrik mengalir pukul 18.00-06.00. Yah, pernyataan dari Om Sigit tereksekusi nih . . hhe . . Jam 08.00 kami
dijemput guide kriwil kami. Menuju ke dermaga dan tekketekketekkketekk . .
Kapal kami melaju menuju Pulau Menjangan Kecil. Awalnya masih ribet sendiri
dengan perlengkapan kami. Kemudian mulai enjoy dan snorkeling jauh-jauh, hingga
salah satu guide menghampiri dan berkata, “Jangan jauh-jauh Mbak . .” (Maaf
saya hiperfantasy hingga tidak sadar terlalu jauh bersnorkling) Diseret deh
sama Bang guide. Haha . . Selanjutnya menuju pojok Pulau Karimunjawa. Di sini
yang spesial pohon kelapa miringnya. . Mulai lah kami sunbath tanpa sadar.
.hheerrrrr . . Setelah berfoto-foto dan kulit mendadak kusam kami cuss lagi ke Spot
Gosong. Di spot gosong kegiatan kami ber-snorkling
lagi. Tapi saying si Adis dan Mbak Grace tidak turut bercengkrama dengan
ikan-ikan. Si Adis beralasan ombaknya terlalu besar, sedang Mbak grace sendiri
mabuk. Jadilah saya ber-snorkling
sendiri. Tujuan berikutnya Pulau Cemara Besar, sepertinya tidak begitu menggosongkan
karena kami tiba di Pulau Cemara Besar ketika matahari hampir terbenam, justru gosong
ketika di perjalanan dari pojok Pulau Karimunjawa ke Pulau Cemara Besar dengan
goyangan-goyangan ombak . . yang menimbulkan efek mual pada Mbak Grace dan
saya. Haha . . Di Pulau Cemara Besar Mbak Grace tersungkur di kapal tak ada sedikit
pun minat untuk menikmati Pulau Cemara Besar. Saya sendiri juga mual tapi lebih
memilih turun ke Pulau Cemara Besar dengan Adis dibanding pasrah bersama kapal yang
terhuyung-huyung oleh ombak. Di Pulau Cemara Besar, angin semakin mengancam saya
untuk menggila. (Diiiiiiinggiiiiinn banget euy) so saya pilih pecicilan
kesana-kesini mengeksplorasi Pulau Cemara Besar yang menurut pengukuran saya hanya
bekisar 24x30m, mungkin kalau kita cari di google map tidak terdeteksi. Hhe . .
Ketika saya sibuk pecicilan, saya tersadarkan si Adis tengah sibuk mbribik
dengan salah satu guide. Buahaha . . Tapi dari mbribikan si Adis, kami jadi
dapat info yang cukup krusial, seperti keberadaan institusi pendidikan serta
suku yang ada di Karimunjawa, ya kendatipun itu juga bisa dicari di google tapi
itu sebagai pengklarifikasian di lapangan. Hhe . . Beberapa waktu kemudian tubuh
saya lumayan menghangat, saya pun telah menemukan excellent object untuk diajak
foto bersama, yakni bintang laut yang besar dan indah. Tadinya sempet nemu ikan
pari tapi ikan parinya pemalu jadi menjauhkan diri dari ku. Haha. . Saat guide
kriwil datang, kami pun meminta untuk difoto dengan istana pasir serta bintang
laut.
Setelah dari Pulau Gosong, kami kembali ke homestay. Tiba
di Pulau Karimunjawa tepat adzan magrib, kami pun memilih warung siomay untuk
berbuka. Di warung siomay ketemu guide kriwil, sempat terjadi pertikaian kecil
antara Adis dan guide kriwil. Hha . . Si Mbak Grace yang sejak pagi tidak sahur
dan di kapal muntah-muntah jadi tidak bisa menerima makanan. (hikz) Sampai di
homestay, bersih-bersih, ibadah, dan istirahat.
Hari ke-3, kami telah sahur di alun-alun, ini kesekian
kalinya kami tidak mendapat fasilitas konsumsi dari agent. (selalu berusaha mengikhlaskan) Kapal kami mengawali perjalanan
menuju penangkaran hiu. Di sini kami bertemu dengan agent Paklek yang di jepara. Hhe . . Di penagkaran hiu, Mbak Grace
dan Adis tidak ikut bercengkrama dengan hiu-hiu. Setelah semua merasa telah
dapat menjinakan hiu. Kami bergegas pindah lokasi ke berikutnya. Di Pulau
Sepanjang, jujur saya sudah capai dan jenuh. Pecicilan saya pun kambuh. Ketika
kami benar-benar telah hitam, kami segera pindah lokasi untuk bersnorkling. Di
sini kami foto under water. Dan salah satu dari snorkel ada yang hilang. Lalu
kami diwajibkan patungan untuk mengganti snorkel tersebut. (sebel) Selama
bersnorkel saya mencoba menikamati dan menyelam hingga dasar laut. Sub’hanallah,
warna-warni ikan dan aneka terumbu karang begitu indah. Satu kalimat untuk
Bangsa Indonesia, “Maka nikmat Tuhan mu yg manakah yang kau dustakan?” Lalu ke
sebuah pulau yang saya kira hanya berukuran 25x7m. Setelah foto bersama kami
pun kembali ke homestay, mempersiapkan perjalanan pulang. Dan kisah berikutnya
hanya monoton dan mengesalkan karena guide kriwil jadi saya lewatkan saja.
Sudah bisa mengambil hikmah hilangnya bukan? Coba
sebutkan apa saja? Haha . . Hanya yang menghayati yang bisa jawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar