Berdagang pun menjadi
pilihannya. Kau tahu kawan, berdagang itu tak semudah membalikan telapak
tangan. Berawal dari modal, komoditas, pemasaran, hingga untung didapat. Yang
ku tahu dia mantan sarjana yang bersuami pelajar dengan anak satu yang super
cerdas. Sayang, perekonomian satu keluarga ini tidak mampu mensuport potensi anak semata wayangnya. Suaminya yang
berijazakan SMA pun hanya menjadi tukang ojek, dan ketika sakit asam urat dan
jantungnya kambuh, dia hanya mampu berdiskusi dengan mahasiswa yang ada di
sekitar rumahnya, baik tentang negara, perekonomian, kesehatan, keluarga,
bahkan perjodohan. Beberapa kondisi ini berimplikasi pada modal yang sulit dia
dapatkan untuk berdagang. Ketika ingin mendapatkan modal awal dia hanya
berspekulasi pada orang-orang yang dia temui dengan membangun kepercayaan.
Untuk mendapat komoditas pun sering kali tanpa modal uang namun modal
kepercayaan pun dia mainkan. Sedangkan pemasaran lagi-lagi dengan bermain
kepercayaan, jika tidak jelas dia tak memiliki pelanggan. Beberapa pelanggannya
adalah orang-orang besar. Pernah satu waktu, dia kisahkan beberapa orang besar
tersebut baik sisi positif, maupun negative. Bahkan dia tahu kunci mendapatkan
hati orang-orang besar tersebut. Namun sayang semua kemampuannya tidak mampu
memperbaiki perekonomian keluarganya. Ketika sakit asam urat dan jantung
suaminya kambuh pun, dia tidak mampu berbuat apa-apa, hanya mampu merawatnya di
rumah, rumah yang sempit dan kumuh. Beruntung anaknya yang kini kelas satu SMA
mendapat beasiswa, kendati buku, dll. masih tetap ditanggung orang tua.
Setidaknya dapat meringankan beban orang tuanya. Yang masih menjadi pertanyaan,
apa penyebab kekalnya kondisi miskin dia?